Ono Niha dan Tano Niha
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias.
Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono =
anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha"
(Tanö = tanah).
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. dermawan laoli Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.
Tari Perang
Tari Perang Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Mogaele/ Tari adat Nias
MAENA
UNESCO dalam laporan mengenai potensi pariwisata Nias menyebutkan bahwa pusaka budaya Nias yang kaya terdiri dari kombinasi luas berbagai saujana (cultural landscapes) dengan bukti keberadaan situs-situs megalitik, desa-desa tradisional, arsitektur setempat yang menakjubkan dan keanekaragaman kerajinan tangan dan adat istiadat.
Di kabupaten Nias, Gunung sitoli terdapat museum yang memiliki harta koleksi yang beragam dan berharga. Museum ini berdiri berkat kerja keras Pastor Johannes M. Hammerle, warga Negara Jerman yang sudah menetap di Nias 36 tahun dan menjadi Direktur Museum untuk mengoleksi benda-benda peninggalan budaya Nias. Jumlah koleksinya mencapai 6.500-an. Koleksinya terdiri dari artefak alat-alat rumah tangga, patung-patung megalith dari kayu dan batu, perhiasan, senjata tradisional, mata uang, pakaian adat, simbol-simbol kebangsawanan sampai rumah adat asli Nias yang disebut Omo Hada. Fasilitas-fasilitasnya adalah perpustakaan umum, meeting room, kantin, kebun binatang mini, sampai area rekreasi pantai. Pengunjung bisa ber-snorkeling dengan nyaman dari pinggir dermaga yang ada dimuseum ini. Pusaka ini menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, walaupun selama ini pariwisata budaya hanya menjadi kegiatan pinggiran dalam hal kontribusinya terhadap ekonomi setempat.
Pariwisata selancar telah memainkan peran yang bermanfaat di daerah pantai selatan dekat teluk dalam karena reputasinya sebagai salah satu dari sepuluh ombak terbaik di dunia, The best Ten Surf Point in The World. Ada dua pantai yang sangat terkenal di dalam negeri maupun di manca Negara yaitu pantai Lagundri dan Sorake. Jarak antara pantai Lagundri ke Sorake hanya 2 Kilometer. Kedua pantai ini terletak di desa Botohilitano sekitar 13 Km dari Teluk Dalam ibukota Kabupaten Nias Selatan,Sumatera Utara, telah dikenal sebagai tempat berselancar sejak 30 tahun silam.” Ombak besar dengan pohon-pohon kelapa itulah yang menarik peselancar datang”. Di pantai sorake inilah salah satu surganya para pemain selancar, sehingga sering diadakan kejuaraan surfing bertaraf internasional. Karena kedua pantai ini, maka ditemukan sangat banyak tempat-tempat surfing di bagian pulau Nias yang lain seperti Asu Island, Bawa Island, Afulu Beach dan Pulau-pulau Telo. Nama dan Karakter Surf Point di Nias :
Pulau Asu
Dengan jajaran nyiur sebagai latar belakang, ombak ini bisa Anda temukan di ujung pulau Asu, ujung utara pulau Hinako ( Hinakos Island) panjang dan hampir berbentuk left barel, ombak disini mampu membungkus dengan ukuran hingga mencapai 5 meter. Hanya untuk peselancar ahli.
Pulau Bawa
Ombak right-hand reef peak ini bisa mencapai 1.5 hingga 5 meter. Banyak dijadikan sebagai obyek foto dengan hasil yang terkadang menggambarkan ombak yang asyik untuk diajak bermain.
Indicators (Lagundri & Sorake beach area)
Jalan sedikit kearah kanan dari The point akan bertemu dengan hollow right-hand reef yang sering kali melawan arah angin. Pada tides yang rendah, ini merupakan spot berbahaya, akan tetapi kapanpun kondisinya, spot ini hanya untuk mereka yang berpengalaman.
The Point (Lagundri & Sorake beach area)
Ombak right hander yang sering masuk majalah surfing ini sudah dikenal banyak orang sejak tahun 70-an. Gerakan ombaknya sering kali muncul melebar hingga ketepian dengan ketinggian 1 hingga 4 meter lebih.
The Machine (Lagundri & Sorake beach area)
Tepat disebelah kanan teluk, terdapat spot yang menyajikan mesin barel untuk left-hand yang sempurna dengan gulungan ombak besar dari arah selatan. Ombaknya sering kali bagus akan tetapi akan lebih baik lagi ketika bulan purnama.
Telo & Batus
Kepulauan batu dikenal oleh para peselancar dengan sebutan the Telo’s yang disesuaikan dengan nama administrative daerah tersebut. Ombak di spot ini terkenal menantang dan berubah-ubah. Dari kekuatannya mampu menghempas, kekuatannya tetap besar namun sedikit jinak. Spot lain juga bisa anda temukan disebuah pulau kecil yang ditandai dengan kehadiran bebatuan besar dan pepohonan besar. Disini anda akan bertemu dengan right-hander berkualitas.
Hilisataro (Hilisataro Village)
Anda bisa memeriksa spot ini dari Lagundri dengan menyewa guide local dan bertemu dengan ombak right-hand reef yang akan tetap dalam kondisi menantang meskipun tanpa kehadiran angin
Afulu( North Nias)
Di utara Nias atau satu jam perjalanan dari Asu, anda akan menemukan ombak solid bagaikan dipahat. Meskipun biasanya ombaknya kecil dan sedikit ringan dari tetangganya namun ombak ini tetap memberikan tantangan dan hanya cocok bagi mereka peselancar tingkat lanjut.
Bagi penggemar wisata sejarah dan bahari, Nias adalah salah satu lokasi yang akan memanjakan anda.Di daerah ini tradisi megatith belum terhapuskan. Nias termasuk salah satu dari tujuh tempat di dunia yang budaya megalith nya masih hidup, The Living Megalith Culture. Dan karena itulah UNESCO merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk menominasikan Nias sebagai warisan dunia.
Masyarakat Nias memiliki sapaan khas: “Ya’ahowu”. Apabila kita artikan kurang lebih sama sabagai sapaan mengandung kebaikan- “Terberkatilah Anda”!.
Ketika berkunjung kepulau ini kami menyarankan anda untuk ingat kata Yahoo + Wu = Ya’ahowu dan menyapa orang yang Anda temui. Ini dapat membuka percakapan yang lebih hangat dan efektif.
Menurut Feri latief, seorang fotojurnalis lepas yang pernah berkunjung kepulau ini beberapa waktu lalu, ada dua jalur yang dapat ditempuh yang pertama lewat jalur tengah yaitu melewati daerah lahewa terus membelah pulau nias sampai ke Teluk dalam. Lewat jalur ini akan melewati pantai Mo’ale yang cantik yang terletak 45 Km sebelum Teluk Dalam diwilayah kecamatan Amandraya. Selain airnya jernih dan pasirnya yang putih bersih pantai ini sepi tanpa pemukiman disekitarnya. Menurut orang lokal, pantai ini merupakan pantai terpanjang di Nias, Long Beach.
Disebuah desa tradisional, Hilinawalo-Fau, bisa menjumpai Mesozocho, yang mengingatkan pada sosok ilmuwan Albert Einstein karena memiliki ingatan yang kuat dan tanpa membaca sebuah catatan dalam melanjutkan syair Hoho tanpa terputus.
Desa ini adalah salah satu desa tradisional di teluk dalam yang masih memiliki rumah bangsawan yang besar (omo sebua).
Di kecamatan Gomo, yang termasuk kabupaten Nias selatan, ada seorang tokoh masyarakat yang bernama Ama Wa’o Telaumbanua yang punya ingatan kuat dan mampu menceritakan sejarah kedatangan para leluhur di Pulau Nias.
Di Gomo juga terdapat arca-arca batu berusia ratusan tahun bisa dijumpai di halaman-halaman rumah penduduk. Setidaknya ditemukan 14 titik yang merupakan situs batu megalit.
Pulau Nias terletak 125 km dari pesisir pantai barat Sumatra Utara. Selain popularitas ombaknya, yang termasuk dalam sepuluh besar ombak ombak terbaik di dunia, di kalangan para peselancar nasional dan internasional, Nias juga kaya akan budaya dan tradisi. Warisan budaya Nias yang kaya terdiri atas kombinasi landskap budaya yang kaya dengan lokasi-lokasi megalitik, desa-desa tradisional, karya arsitektur yang luar biasa serta beragam kerajinan dan adat-istiadat tradisional.
Nias terkenal dengan kerajinan pahat kayu yang bisa diperoleh di beberapa desa tradisional. Karena pengaruh budaya megalitik yang kuat, di dinding-dinding rumah tradisional Nias terdapat pahatan dengan motif bintang seperti lizards, monyet, ular dan buaya. Berbagai produk kerajinan tangan Nias bervariasi mulai dari tikar dan tas anyaman yang terbuat dari daun pandan hingga perhiasan emas dengan pola-pola dann desain etnik. Sebagian besar desa-desa tradisional di Nias merupakan pusat-pusat perajin kerajinan tangan.
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. dermawan laoli Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.
Tari Perang
Tari Perang Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Penelitian Arkeologi
Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.Makanan Khas
- Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
- Harinake (daging Babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
- Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
- Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
- Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
- Raki gae (pisang goreng)
- Tamböyö (ketupat)
- loma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
- gae ni bogo
- Kazimone (terbuat dari sagu)
Minuman
- Tuo Nifarö (minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "töla nakhe") yang telah diolah dengan cara penyulingan)
- Tuo mbanua (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa)
Mogaele/ Tari adat Nias
MAENA
RUMAH ADAT NIAS
UNESCO dalam laporan mengenai potensi pariwisata Nias menyebutkan bahwa pusaka budaya Nias yang kaya terdiri dari kombinasi luas berbagai saujana (cultural landscapes) dengan bukti keberadaan situs-situs megalitik, desa-desa tradisional, arsitektur setempat yang menakjubkan dan keanekaragaman kerajinan tangan dan adat istiadat.
Di kabupaten Nias, Gunung sitoli terdapat museum yang memiliki harta koleksi yang beragam dan berharga. Museum ini berdiri berkat kerja keras Pastor Johannes M. Hammerle, warga Negara Jerman yang sudah menetap di Nias 36 tahun dan menjadi Direktur Museum untuk mengoleksi benda-benda peninggalan budaya Nias. Jumlah koleksinya mencapai 6.500-an. Koleksinya terdiri dari artefak alat-alat rumah tangga, patung-patung megalith dari kayu dan batu, perhiasan, senjata tradisional, mata uang, pakaian adat, simbol-simbol kebangsawanan sampai rumah adat asli Nias yang disebut Omo Hada. Fasilitas-fasilitasnya adalah perpustakaan umum, meeting room, kantin, kebun binatang mini, sampai area rekreasi pantai. Pengunjung bisa ber-snorkeling dengan nyaman dari pinggir dermaga yang ada dimuseum ini. Pusaka ini menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, walaupun selama ini pariwisata budaya hanya menjadi kegiatan pinggiran dalam hal kontribusinya terhadap ekonomi setempat.
Pariwisata selancar telah memainkan peran yang bermanfaat di daerah pantai selatan dekat teluk dalam karena reputasinya sebagai salah satu dari sepuluh ombak terbaik di dunia, The best Ten Surf Point in The World. Ada dua pantai yang sangat terkenal di dalam negeri maupun di manca Negara yaitu pantai Lagundri dan Sorake. Jarak antara pantai Lagundri ke Sorake hanya 2 Kilometer. Kedua pantai ini terletak di desa Botohilitano sekitar 13 Km dari Teluk Dalam ibukota Kabupaten Nias Selatan,Sumatera Utara, telah dikenal sebagai tempat berselancar sejak 30 tahun silam.” Ombak besar dengan pohon-pohon kelapa itulah yang menarik peselancar datang”. Di pantai sorake inilah salah satu surganya para pemain selancar, sehingga sering diadakan kejuaraan surfing bertaraf internasional. Karena kedua pantai ini, maka ditemukan sangat banyak tempat-tempat surfing di bagian pulau Nias yang lain seperti Asu Island, Bawa Island, Afulu Beach dan Pulau-pulau Telo. Nama dan Karakter Surf Point di Nias :
Pulau Asu
Dengan jajaran nyiur sebagai latar belakang, ombak ini bisa Anda temukan di ujung pulau Asu, ujung utara pulau Hinako ( Hinakos Island) panjang dan hampir berbentuk left barel, ombak disini mampu membungkus dengan ukuran hingga mencapai 5 meter. Hanya untuk peselancar ahli.
Pulau Bawa
Ombak right-hand reef peak ini bisa mencapai 1.5 hingga 5 meter. Banyak dijadikan sebagai obyek foto dengan hasil yang terkadang menggambarkan ombak yang asyik untuk diajak bermain.
Indicators (Lagundri & Sorake beach area)
Jalan sedikit kearah kanan dari The point akan bertemu dengan hollow right-hand reef yang sering kali melawan arah angin. Pada tides yang rendah, ini merupakan spot berbahaya, akan tetapi kapanpun kondisinya, spot ini hanya untuk mereka yang berpengalaman.
The Point (Lagundri & Sorake beach area)
Ombak right hander yang sering masuk majalah surfing ini sudah dikenal banyak orang sejak tahun 70-an. Gerakan ombaknya sering kali muncul melebar hingga ketepian dengan ketinggian 1 hingga 4 meter lebih.
The Machine (Lagundri & Sorake beach area)
Tepat disebelah kanan teluk, terdapat spot yang menyajikan mesin barel untuk left-hand yang sempurna dengan gulungan ombak besar dari arah selatan. Ombaknya sering kali bagus akan tetapi akan lebih baik lagi ketika bulan purnama.
Telo & Batus
Kepulauan batu dikenal oleh para peselancar dengan sebutan the Telo’s yang disesuaikan dengan nama administrative daerah tersebut. Ombak di spot ini terkenal menantang dan berubah-ubah. Dari kekuatannya mampu menghempas, kekuatannya tetap besar namun sedikit jinak. Spot lain juga bisa anda temukan disebuah pulau kecil yang ditandai dengan kehadiran bebatuan besar dan pepohonan besar. Disini anda akan bertemu dengan right-hander berkualitas.
Hilisataro (Hilisataro Village)
Anda bisa memeriksa spot ini dari Lagundri dengan menyewa guide local dan bertemu dengan ombak right-hand reef yang akan tetap dalam kondisi menantang meskipun tanpa kehadiran angin
Afulu( North Nias)
Di utara Nias atau satu jam perjalanan dari Asu, anda akan menemukan ombak solid bagaikan dipahat. Meskipun biasanya ombaknya kecil dan sedikit ringan dari tetangganya namun ombak ini tetap memberikan tantangan dan hanya cocok bagi mereka peselancar tingkat lanjut.
Bagi penggemar wisata sejarah dan bahari, Nias adalah salah satu lokasi yang akan memanjakan anda.Di daerah ini tradisi megatith belum terhapuskan. Nias termasuk salah satu dari tujuh tempat di dunia yang budaya megalith nya masih hidup, The Living Megalith Culture. Dan karena itulah UNESCO merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk menominasikan Nias sebagai warisan dunia.
Masyarakat Nias memiliki sapaan khas: “Ya’ahowu”. Apabila kita artikan kurang lebih sama sabagai sapaan mengandung kebaikan- “Terberkatilah Anda”!.
Ketika berkunjung kepulau ini kami menyarankan anda untuk ingat kata Yahoo + Wu = Ya’ahowu dan menyapa orang yang Anda temui. Ini dapat membuka percakapan yang lebih hangat dan efektif.
Menurut Feri latief, seorang fotojurnalis lepas yang pernah berkunjung kepulau ini beberapa waktu lalu, ada dua jalur yang dapat ditempuh yang pertama lewat jalur tengah yaitu melewati daerah lahewa terus membelah pulau nias sampai ke Teluk dalam. Lewat jalur ini akan melewati pantai Mo’ale yang cantik yang terletak 45 Km sebelum Teluk Dalam diwilayah kecamatan Amandraya. Selain airnya jernih dan pasirnya yang putih bersih pantai ini sepi tanpa pemukiman disekitarnya. Menurut orang lokal, pantai ini merupakan pantai terpanjang di Nias, Long Beach.
Disebuah desa tradisional, Hilinawalo-Fau, bisa menjumpai Mesozocho, yang mengingatkan pada sosok ilmuwan Albert Einstein karena memiliki ingatan yang kuat dan tanpa membaca sebuah catatan dalam melanjutkan syair Hoho tanpa terputus.
Desa ini adalah salah satu desa tradisional di teluk dalam yang masih memiliki rumah bangsawan yang besar (omo sebua).
Di kecamatan Gomo, yang termasuk kabupaten Nias selatan, ada seorang tokoh masyarakat yang bernama Ama Wa’o Telaumbanua yang punya ingatan kuat dan mampu menceritakan sejarah kedatangan para leluhur di Pulau Nias.
Di Gomo juga terdapat arca-arca batu berusia ratusan tahun bisa dijumpai di halaman-halaman rumah penduduk. Setidaknya ditemukan 14 titik yang merupakan situs batu megalit.
Pulau Nias terletak 125 km dari pesisir pantai barat Sumatra Utara. Selain popularitas ombaknya, yang termasuk dalam sepuluh besar ombak ombak terbaik di dunia, di kalangan para peselancar nasional dan internasional, Nias juga kaya akan budaya dan tradisi. Warisan budaya Nias yang kaya terdiri atas kombinasi landskap budaya yang kaya dengan lokasi-lokasi megalitik, desa-desa tradisional, karya arsitektur yang luar biasa serta beragam kerajinan dan adat-istiadat tradisional.
Nias terkenal dengan kerajinan pahat kayu yang bisa diperoleh di beberapa desa tradisional. Karena pengaruh budaya megalitik yang kuat, di dinding-dinding rumah tradisional Nias terdapat pahatan dengan motif bintang seperti lizards, monyet, ular dan buaya. Berbagai produk kerajinan tangan Nias bervariasi mulai dari tikar dan tas anyaman yang terbuat dari daun pandan hingga perhiasan emas dengan pola-pola dann desain etnik. Sebagian besar desa-desa tradisional di Nias merupakan pusat-pusat perajin kerajinan tangan.
Posting Komentar untuk "Ono Niha dan Tano Niha"
harap berkomentar selayaknya dan hindari kata kotor, jika tidak diindahkan maka tanggung resiko.
Posting Komentar